Dugaan Permainan Kartel dalam Mengerek Harga Minyak Goreng di Pasaran

Harga minyak goreng akhir-akhir ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Ada dugaan tingginya harga minyak goreng di pasaran karena adanya permainan kartel. 

Dugaan kartel kenaikan harga minyak goreng telah diungkap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Salah satu sinyal yang terlihat adalah perilaku perusahaan-perusahaan besar di industri minyak goreng. 

KPPU meminta perusahaan besar di industri minyak goreng sepakat untuk menaikkan harga secara bersamaan.

“Ini tekanan kenaikan harga minyak goreng. Yang saya katakan itu indikasi kesepakatan harga. Tapi harus dibuktikan secara hukum” / 2022) Dikutip dari Antara dan ujc.co.id.

Menjelaskan hasil riset yang dilakukan KPPU selama tiga bulan terakhir, KPPU menemukan bahwa kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku utamanya yaitu minyak sawit (CPO) di tingkat internasional karena permintaan yang meningkat.

Dugaan Permainan Kartel dalam Mengerek Harga Minyak Goreng di Pasaran

Berdasarkan data rasio konsentrasi (CR) yang dihimpun KPPU tahun 2019, juga terlihat sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai oleh empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha perkebunan dan pengolahan CPO serta beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin dan minyak goreng.

Dengan struktur pasar tersebut, maka industri minyak goreng di Indonesia termasuk dalam kategori monopoli yang mengarah ke oligopoli.

“Perusahaan minyak goreng ini relatif menaikkan harga bersama-sama meski sama-sama memiliki kebun sawit sendiri. Perilaku seperti ini bisa diartikan sebagai indikasi adanya kartel,” katanya.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renanggala menjelaskan, perwakilan bisnis minyak goreng terbesar di Indonesia ini merupakan perwakilan bisnis terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit dan pengolahan CPO.

Sebagai komoditas global, kenaikan harga CPO akan mengakibatkan produksi minyak goreng mampu bersaing dengan produk CPO yang diekspor.

Hal ini menyebabkan harga CPO dunia naik, dan produksi minyak goreng kesulitan mendapatkan bahan baku karena produsen lebih mengutamakan ekspor daripada memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Ini agak aneh bagi kami, karena sebenarnya produsen minyak goreng ini adalah perusahaan dalam kelompok yang mengekspor CPO atau memiliki peternakan. Tampaknya para pelaku komersial yang melakukan ekspor ini, meskipun mereka memiliki perusahaan minyak goreng, masih utamakan pasar ekspor karena dapat meningkatkan keuntungan mereka.”